ANALISIS MAKNA BID'AH
Salah dalam Memahami Makna Bid'ah Menyebabkan Mudah Membid'ahkan Orang Lain.
بِسْمِ اللهِ الرّحمنِ الرَّحِيْمِ
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Benarkah hadits ini berarti :
“ Barangsiapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak “
Simak pembahasannya di sini dengan memakai ilmu dan metode para salafus sholih ( tanpa nafsu dan fanatisme )
Ditinjau dari sisi ilmu lughoh :
- I’rab nahwunya :
من : adalah isim syart wa jazm mabniyyun ‘alas sukun fi mahalli rof’in mubtada’ wa khobaruhu aljumlatus syartiyyah ba’dahu.
احدث : Fi’il madhi mabniyyun ‘alal fathah fii mahalli jazmin fi’lu syarth wal fa’il mustatir jawazan taqdiruhu huwa.
في : Harfu jar
امرنا : majrurun bi fii wa alaamatu jarrihi alkasrati, wa naa dhomirun muttashil mabnyyyun ‘alas sukun fii mahalli jarrin mudhoofun ilaihi
هذا : isim isyarah mabniyyun alas sukun fi mahalli jarrin sifatun liamrin
ما : isim mabniy fii mahalli nashbin maf’ul bih
ليس : Fi’il madhi naqish yarfa’ul isma wa yanshbul khobar, wa ismuha dhomir mustatir jawazan taqdiruhu huwa
منه : min harfu jarrin wa hu dhomir muttashil mabniyyun alad dhommi wahuwa littab’iidh
فهو : al-faa jawab syart. Huwa dhomir muttashil mabniyyun alal fathah fi mahalli rof’in mubtada
رد : khobar mubtada marfuu’un wa alamatu rof’ihi dhommatun dzhoohirotun fi aakhirihi. Wa umlatul mubtada wa khobaruhu fi mahalli jazmin jawabus syarth.
Dari I'lalan dan analisis segi nahwunya maka hadits ini bermakna :” Barangsiapa yang melakukan perkara baru dalam urusan kami (maksudnya urusan syare’at kami) yang bukan termasuk darinya, (tidak sesuai dengan al-Quran dan hadits) maka perkara baru itu ditolak “
Makna tersebut sesuai dengan statement imam Syafi’i yang sudah masyhur :
ما أُحدِثَ وخالف كتاباً أو سنة أو إجماعاً أو أثراً فهو البدعة الضالة، وما أُحْدِثَ من الخير ولم يخالف شيئاَ من ذلك فهو البدعة المحمودة
“ Perkara baru yang menyalahi al-Quran, sunnah, ijma’ atau atsan maka itu adalah bid’ah dholalah / sesat. Dan perkara baru yang baik yang tidak menyalahi dari itu semua adalah bid’ah mahmudah / baik “
- Istidlal ayatnya (Pengambilan dalil dari Qurannya) :
وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ
“Dan Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi ‘Isa) rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)
- Istidlal haditsnya (pengambilan dalil dari haditsnya) :
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)
- Analisis Segi Ilmu Balaghoh :
Dalam hadits tersebut memiliki manthuq dan mafhumnya :
Manthuqnya “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang tidak bersumber dari syareat, maka dia tertolak “, misalnya sholat dengan bhsa Indonesia, mengingkari taqdir, mengakfir-kafirkan orang, bertafakkur dengan memandang wajah wanita Ajnabiyyah dll.
Mafhumnya : “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang bersumber dari syareat, maka itu diterima “ Contohnya sangat banyak skali sprti pembukuan Al-Quran, pemberian titik al-Quran,pendirian sarana pendidikan, mauled, tahlilan, Haul, sholat terawih berjama’ah dll.
Berangkat dari pemahaman ini, sahabat Umar berkata saat mengkumpulkan orang-orang untuk melakukan sholat terawikh berjama’ah :
نعمت البدعة هذه “ Inilah sebaik-baik bid’ah “
Dan juga berkata sahabat Abu Hurairah Ra :
فَكَانَ خُبَيْبٌ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الصَّلاَةَ عِنْدَ الْقَتْلِ (رواه البخاريّ)
“Khubaib adalah orang yang pertama kali merintis shalat ketika akan dibunuh”.
(HR. al-Bukhari dalam kitab al-Maghazi, Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf)ز
Jika SEMUA PERKARA BARU itu buruk, maka Para sahabat رضى الله عنهم tidak akan berkata demikian.
Sekarang kita cermati makna hadits menurut pandangan golongan yang menyatakan semua perkara baru dalam adalah tertolak (golongan wahhabi at taimy al mujassimah dan beberapa sekte dan variannya ) :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Hadits ini mereka artikan :
Pertama : “ Barangsiapa yang berbuat hal baru dalam agama, maka ia tertolak “
Perlu di ketahui , bahwa Jika mereka mengartikan demikian, maka mereka sengaja membuang kalimat MAA LAITSA MINHU-nya (Yang bersumber darinya). Maka haditsnya menjadi : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا ُ فَهُوَ رَدٌّ
benar apa tidak ?
Arti Kedua : “ Barangsiapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak “
Jika merka mengartikan seperti itu, berarti mereka dengan sengaja telah merubah makna hadits MAA LAITSA MINHU-nya MENJADI MAA LAITSA MA-MUURAN BIHI (Yang tidak ada perintahnya). Maka haditsnya menjadi : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا ليَْسَ مَأمُوْراً بهِ فَهُوَ رَدٌّ
Sungguh ini sebuah distorsi dalam makna hadits dan sebuah pengelabuan arti pada orang awam di kalangan umat muslim.
Jika mereka menentang dan berdalih : “ Bukankah Rasul Saw telah memuthlakkan bahwa semua bid’ah adalah sesat, saperti sabda beliau :
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه أبو داود
Maka jawabanya : Bahwa Hadits Tersebut adalah ‘Aam Makhsus (lafadznya umum namun dibatasi) dengan bukti banyak dalil yang menjelaskannya seperti hadits 2 sahabat di atas. Maksud hadits tersebut adalah setiap perkara baru yang bertentangan dengan al-quran dan hadits.
Marilah Kita Renungkan hadits riwayat imam Bukhori berikut :
أشار سيدنا عمر ابن الخطاب رضي الله عنه على سيدنا أبو بكر الصديق رضي الله عنه بجمع القرآن في صحف حين كثر القتل بين الصحابة في وقعة اليمامة فتوقف أبو بكر وقال:" كيف نفعل شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه وسلم؟"
فقال له عمر:" هو والله خير." فلم يزل عمر يراجعه حتى شرح الله صدره له وبعث إلى زيد ابن ثابت رضي الله عنه فكلفه بتتبع القرآن وجمعه قال زيد:" فوالله لو كلفوني نقل جبل من الجبال ما كان أثقل علي مما كلفني به من جمع القرآن." قال زيد:" كيف تفعلون شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه وسلم." قال:" هو والله خير" فلم يزل أبو بكر يراجعني حتى شرح الله صدري للذي شرح له صدر أبي بكر وعمر رضي الله عنهما .
“ Umar bin Khothtob memberi isyarat kpd Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf ktika melihat banyak sahabat penghafal quran telah gugur dalam perang yamamah. Tapi Abu Bakar diam dan berkata “ Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasul Saw ?” MaKa Umar menjawab “ Demi Allah itu suatu hal yang baik “. Beliau selalu mengulangi hal itu hingga Allah melapangkan dadanya. Kemudian Abu bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Quran, maka Zaid berkata “ Demi Allah aku telah terbebani untuk memindah gunung ke satu gunung lainnya, bagaimana aku melakukan suatu hal yang Rasul Saw tdiak melakukannya ?” maka Abu bakar mnjawab “ Demi Allah itu suatu hal yang baik “. Abu bakar terus mngulangi hal itu hingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana Allah telah melapangkan dada Umar dan Abu Bakar “.
Coba perhatikan ucapan Umar dan Abu Bakar “ Demi Allah ini suatu hal yang baik “, ini menunjukkan bahwasanya semua hal yang belum pernah di lakukan Baginda صلى الله عليه وآله وسلم itu pasti buruk,bukan demikian . sehingga mereka mengatakan Rasul Saw tidak pernah melakukannya, namun bukan berarti itu buruk.
Jika sahabat Abdullah bin Umar telah berkata :
كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة
“ Setiap bid’ah itu sesat walaupun orang-orang menganggapnya baik “.
Maka jawabanya :
Itu memang benar, maksudnya adalah segala bid’ah tercela itu sesat walaupun orang-orang menganggapnya baik Contohnhya bertaqarrub pd Allah dengan cara tidak menikah atau dzikir dengan keadaan telanjang. sahabat Abdullah bin Umar Ra. tidak pernah memutlakkan pemaknaan tersebut.
Jika sahabat Abdullah bin Umar memuthlakkan bahwa semua bid’ah itu sesat tanpa terkecuali , lalu kenapa juga beliau pernah berkata :
بدعة ونعمت البدعة “ Itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah “
Saat beliau ditanya tentang sholat dhuha. Lebih lengkapnya :
عن الأعرج قال : سألت ابن عمر عن صلاة الضحى فقال:" بدعة ونعمت البدعة
“ Dari A’raj berkata “ Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang sholat dhuha, maka beliau menjawab “ Itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah “.
Apakah pantas seorang sahabat sprti Abdullah bin Umar tidak konsisten dalam ucapannya alias pllin-plan ?? sungguh sangat jauh dr hal itu.
KESIMPULAN :
- Bid'ah itu bukan hukum, kalau kita mengkaji kitab-kitab ulama' madzhab dengan detail dan dengan hati yang jernih tanpa sifat ta'asub (fanatisme) maka kita akan mendapatkan bahwa hukum dalam Ilmu fiqih (bukan Usul Fiqh) itu ada 5 : wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah. Jika kita mengangkap bahwa semua yang baru adalah bidah maka sebenarnya kita telah menyimpang dari Ijma'ul Fuqoha' Dan ijtihad para salafus sholeh dengan memasukkan bidah ke dalam satu hukum lagi yaitu HARAM, bid'ah itu harus di sorot dengan memakai neraca hukum islam yang 5 tadi , kalau memang sudah jelas perkara baru itu di larang oleh NASH maka hal tersebut akan menjadi haram, namun jika hal baru tersebut memiliki maslahah al mursalah pada umat maka dapat menjadi wajib, mubah DLL tergantung bagaimana NASH dan Ijma' Qiyas Para Ulama' menghukumi hal baru tersebut, oleh sebab itulah ada istilah bid'ah hasanah seperti yang di katakan Imam Syafi'i رضي الله عنه.
- Cara membedakan bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah adalah :
والتمييز بين الحسنة والسيئة بموافقة أصول الشرع وعدمها
“ Dengan sesuai atau tidaknya dengan pokok-pokok syare’at “.
- Orang yang mengartikan hadits :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Dengan : “ Barang siapa yang melakukan hal baru maka itu tertolak “ atau “ Barang siapa yang melakukan hal baru tanpa ada perintahnya maka ia tertolak “.
Maka sungguh Orang yang mengartikan seperti itu, telah berbuat bid’ah dholalah / sesat, karena tidak ada dasarnya sama sekali baik dari Al-Quran, hadits maupun atsarnya .Dan telah sengaja merubah makna hadits Nabi Saw tersebut
Seperti Kita ketahui Bahwa sangsi/hukuman bagi orang yang telah berdusta atas nama Baginda صلى الله عليه وآله وسلم ..Naudzu billahi min dzaalik..
Sangatlah disayangkan bila umat Islam ini berpecah belah disebabkan karena perpedaan pendapat yang sebenarnya sudah terjadi beratus ratus tahun yang lalu , Sudah berapa ribu ulama yang mulai dari kalangan ulama salaf seperti Syech Izzuddin Bin Abdus salam, Imam Nawawi Hingga Ulama Kholaf yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang baru itu tidak harus bid'ah dholalah (yang jelas keharamanya), apakah mereka tidak paham makna bid'ah walaupun mereka al hafid dan al muhadits atau apakah karena kedangkalan ilmu dalam memahami hadist Baginda صلى الله عليه وآله وسلم saja.
kasihanlah umat ini bila semua amalnya di bid'ahkan,di haramkan .
Padahal banyak permasalahan permasalahn umat yang membutuhkan penyelesaian segera, sudah beratus ratus tahun masalah ini di perbincangkan namun masih saja terdapat perselisihan di kalangan ulama' kita artinya ada yang menyatakan benar dan ada yang menyatakan salah, selama orang menyatakan bahwa Allah سبحانه و تعالى Tuhan-ku - Islam Agamaku - Nabi Muhammad Nabi dan Rosul-ku Maka sesungguhnya mereka ini adalah saudara kita, tak layak dan tak sopanlah bila kita mencela dan memaki dengan sesuatu yang tak layak yang tidak pernah di ajarkan oleh baginda seperti perkataan : KAMUUUU...KAAAAFIIIR....SESAAAAAAT....MASUUUUUK NERAKAAA.... karena sesungguhnya Islam tidak hanya menyayangi / merohmati umat islam namun merohmati SEMUA ALAM, MARILAH KITA RENUNGKAN BERSAMA.....!!
SOLUSI : kita umat islam harus bersatu dan menyamakan persepsi untuk senantiasa mempererat ukhuwah islamiyyah, karena sesungguhnya kita adalah saudara. hendaknya kita mempunyai keyakinan bahwa "orang yang menyatakan semua hal yang baru adalah bid'ah " itu belum tentu benar, sedang orang yang mengatakan "semua yang baru itu di perbolehkan asal sesuai Nash" juga belum tentu benar, karena kebenaran yang mutlak dan hakiki adalah milik Allah سبحانه و تعالى, dengan demikian kita dapat bersatu dan berjabat tangan antara umat islam.
Semoga Tulisan Ini bermanfaat bagi yang ingin benar-benar mencari kebenaran tanpa adanya sifat ta'asub (fanatisme golongan tertentu)
Saya pribadi mohon maaf sebesar besarnya kepada semua pihak yang merasa tersinggung dengan tulisan saya ini, tidak ada maksud dari tulisan ini melainkan terciptanya perdamaian di antara kaum muslimin khususnya di bumi Indonesia tercinta ini.
Dan Bagi yang ingin menolak maupun membantah silakan bantah dengan ilmu, saya sangat menghormatinya, monggo…!!
نسألُ الله تباركَ وتعالى ان يرزقَنا وإياكم رؤيةَ حبيبِه سيدنا محمّدٍ عليه الصلاة والسلام .......امين
وَمَاتَوْفِيْقِي إِلاَّبِاللهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ انِيْب
al-fagir ilaLlah al-ghani
Allama Aluddin Shiddiq Bin Surur Asy-syafi'ie Al qodiry Wan Naqsabandy
Pondok Pesantren "Hidayatul Mubtadi'ien"
Kaliwungu, Jombang, jawa Timur ,Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
5 komentar:
kang mau tanya,(sebelumnya ini pandangan saya,tahlil adalah kalimat thoyib yang wajib diucapkan oleh seorang muslim)
yang mau saya tanyakan adalah budaya yang dilakukan setelah ada orang yang meninggal dunia yang suka disebut "tahlilan" di kalangan masyarakat kita, yang pada praktek ekstrimnya (menurut saya). masyarakat sampai menggadaikan harta bendanya hingga dia tidak mempunyai harta untuk mengadakan acara "tahlilan" ini. setahu saya budaya, maaf saya menyebutnya budaya, alasannya karena saya melihat hal ini adalah kebiasaan yang tidak ada dasarnya dalam islam dan budaya ini tidak ada contohnya dari zaman Rasullulah SAW (budaya yang saya maksud adalah kebiasaan mengadakan bacaan-bacaan thoyib berjamaah dengan hitungan tertentu setelah itu keluarga yang ditinggalkan mayit memberi berkat (biasanya dalam bentuk makanan) kepada jamaah), disini saya bukan mempermasalahkan kalimat tahlilnya, tapi saya bertanya mengenai budaya tersebut, apakah termasuk bidah dholalah atau hasanah? dan terus dasar melakukan hal tersebut dari mana...mohon penjelasannya. mungkin akang bisa memberikan pencerahan. terima kasih
Bismillah wassolatu wassalamu ala rosulillah sollallohu wasallama wabaroka alaihi wa alihi wasohbihi wa sallam Muhammadibni Abdillah,..
SEBELUM saya jawab saya mohon:
1). Anda menyebutkan identitas yang lebih sopan karena kata "monyet" sungguh tidak indah dibaca apa lagi kita sedang rembukan "MasaailuL AL diniyyah"
2). Idealnya pertanyaan mengenai "tahlil" tidak pada postingan "Analisis Kritis Makna bid'ah", namun tulisan saya tentang "tahlil" sudah saya hapus karena saya rasa hal ini sudah "masalah lama" sehingga saya kira tak relevan lagi membahas hal tersebut, oleh sebab itu saya meninggalkan pembahasan yang " Khilafiyyah" ini, namun jika anda mengajak diskusi saya akan berdiskusi dengan senang hati....Namun Sekali lagi saya tegaskan saya tidak begitu suka "khilafiyyah" seperti bid'ah,sifat sholat nabi,sholat sunnah berjama'ah, dzikir jama'i DLL. karena hal itu "merenggangkan" tali persaudaraan sesama muslim.
3). Dalam masalah fiqhiyyah ada 2 hal yang harus kita pahami, PERTAMA terdapat anjuran dari NASH namun Rasululloh صلى الله عليه وآله وسلم mencontohkannya, KEDUA ada anjuran dari NASH dimana Rasululloh صلى الله عليه وآله وسلم tidak memberi contoh dan tuntunanya. jadi TIDAK SEMUA hal yang belum dicontohkan Rasululloh صلى الله عليه وآله وسلم namun beliau صلى الله عليه وآله وسلم tidak memberikan contohnya itu DILARANG (demikianlah kaidah Ulama' Mujtahid yang harus kita hargai dan kita pertimbangkan) seperti shodaqoh sirri, Dzikir Jama'i DLL
4). Tanggapan saya ini tidak sekedar masalah "HUKUM" namun juga sebuah "SOLUSI" atas problematika Umat Islam yang sebenarnya hal ini sudah menjadi perdebatan berabad abad yang tidak ada kata "selesai" didalamnya, kalau hal-hal yang bersifat furu' (cabang) semacam ini di besar-besarkan maka Integritas Antar Umat muslim tidak dapat dipertahankan sehingga terjadilah PERPECAHAN,PERMUSUHAN,SALING MENGKAFIRKAN DLL... , sehingga Umat Islam (khususnya di indonesia) Hancur karena perang saudara di antara mereka sendiri....و العياذ بالله
Tanggapan :
1). Sesuatu dapat dikatakan dolalah bila tidak ada istidlal baik yang khos maupun yg 'am, dalam masalah "tahlilan" maka terdapat istidlal yang 'am yang menganjurkan hal tersebut jadi tidak boleh dikatakan dholalah :
jadi tidak boleh kita mengatakan dholalah pada sesuatu yang ada istidlalnya....
2). Bila Anda Bertanya "HUKUM" maka saya menjawab "Tahlil merupakan Bid'ah hasanah ( pendapat ini ada istidlal dari NASH bukanya tidak ada dasar)", Namun jika anda bertanya tentang "SOLUSI" maka saya akan menjawab "Silahkan Anda Tahlilan Jika Anda Mau Dan Mampu dengan mengharap Ridho Alloh سبحانه و تعالى , Bila Anda Tidak Mau Dan Mampu untuk tahlilan maka jangan katakan Sesat dan Kafir pada orang yang tahlilan karena orang yang tahlilan memiliki dasar/dalil dari NASH ", selama orang mengatakan Allah سبحانه و تعالى Tuhanku,Islam Agama-ku, Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم Nabi-ku, Al quran Pedoman-ku MAKA MEREKA ADALAH SAUDARA KITA........Jadi Lihatlah "Persamaan"nya, Jangan Lihatnya "perbedaan" dengan cara demikian maka kita akan semakin menghormati "perbedaan" dan tidak MERASA PAILING BENAR "karena kebenaran hanyalah milik Allah سبحانه و تعالى", perbedaan adalah sesuatu yang pasti ada di dunia yang fana' ini :
"و لو شاء الله لجعلكم امة واحدة" Jika Allah menghendaki niscaya kalian akan menjadi Umat yang satu, Inilah Hikmah mengapa Allah سبحانه و تعالى Menciptakan perbedaan..
3). Untuk menentukan suatu hukum kita tidak boleh langsung memvonis HARAM dengan dalih Alquran dan Hadist (contoh.....HARAM tidak Berjenggot bagi laki2 karena dalil ini...itu...HARAM ZIAROH KUBUR BAGI WANITA karena...Hadist Ini...Hadist...) tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang telah di rumuskan oleh para "mujtahid mutlak" , kalau Hal ini dilakukan maka "ajaran islam akan terlihat Monoton,ektrim dan Intoleran, sangat tidak revelan dengan "Maqosid AL Syar'i'" jadi yang seharunya kita lakukan adalah mengambil dalil Alquran Hadist serta bagaimana Pendapat "Para madzhab" tentang hal tersebut, Ironisnya kita sering mengambil dalil dari alquran-hadist namun kita MENAFIKAN pendapat "Para Mujtahid Mutlak" seolah olah pendapat "para madzhab" itu bertentangan dengan alquran hadits, kemudian kita berkata "imam syafi'i tidak paham quran hadits,Imam Nawawi Tidak Paham Quran Hadits...." Subhanalloooooh...
bersambung....!!
4). Justru kalau anda menyatakan "tahlilan" sebagai kultur/budaya maka hal tersebut sangat tidak bertentangan dengan NASH karena tidak semua budaya itu di larang dalam Islam oleh sebab itu Para Fuqoha' mengatakan seperti dalam ushul fiqih kita mengenal kaidah "العادة المحكمة" "Adat Itu Dapat Menjadi Hukum", dan juga "تغير الاحكام بتغير الامكنة ة الازمنة " perubahan hukum itu di pengaruhi oleh tempat dan waktu.
para ulama madzhab membuat kaidah semacam ini itu menunjukkan bahwa tidak setiap budaya itu dilarang dalam islam karena kita tau ajaran islam itu banyak yg bersifat akomodatif contoh hari raya idul fitri dulu di zaman jahiliyyah juga ada namun oleh islam tidak di hapus begitu saja namun di dimasuki oleh ajaran2 islam seperti membaca takbir,tahmid dan kalimat-kalimat lainya, sekali lagi jangan melihat "BENTUK" suatu ajaran itu saja namun juga "ISI" ajaran itu sendiri . dengan paradigma semacam itu maka anda akan mengetahui "Substansi " Ajaran Islam Islam Yakni "PENGHAMBAAN KEPADA ALLAH سبحانه و تعالى".
maka jangan samakan antara konsep "Arabisasi" Dan "Islamisasi" karena dua hal tersebut tidak sama sehingga wajar saja fatwa Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab,Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albaani, Syaikh ibnu baz,Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan tidak relevan dengan kondisi kaum muslimin di Indonesia, secara kultul Indonesia tidak sama dengan Arab, maka Ulama' dahulu memasukkan "ISI" ajaran Islam kedalam Budaya Masyarakat Indonesia tanpa merubah "BENTUKNYA"
5). Kalau saya menganalisa bahwa sebenarnya pelarangan "tahlilan" itu dikarenakan ada sifat ta'asub "fanatisme" golongan tertentu, contoh golongan yg melarang mereka akan berkata "saya mengakui adanya tahlilan diperbolehkan tapi menyajikan makanan dalam tahlillan itu tidak ada dasarnya dalam islam karena terkadang yang berhajat mendapatkan uang dari hutang ", maka apakah kita berpikir tentang "resepsi pernikahan,sunatan DLL" yang terkadang pembiayaan (jamuan) berasal dari hutang tapi saya berpikir mengapa tahlilan aja yang di anggap Dholalah ? maka kita akan menemukan jawabannya dari hal tersebut dikarena adanya "fanatisme golongan"
Semoga jawaban saya ini membawa manfaat bagi kita sehingga kita sadar begitu pentingnya menghormati perbedaan. karena kita adalah SAUDARA....
Dan semoga antum dan keluarga diberikan kesehatan ,kekuatan iman dan islam,di anugrahi kesabaran, kebahagiaan, ketekunan dalam beribadah kepada Allahسبحانه و تعالى Sehingga anda dan keluarga mendapatkan RIDHO-NYA سبحانه و تعالى.....Amin
Maafkan Bila tutur kata saya ada yang kurang berkenaan di hati antum...
Assalamualaikum
bener tu ustadz...
Posting Komentar
Silahkan menuliskan komentar dulur pada opsi Google/Blogger untuk dulur yang memiliki akun Google/Blogger.
Silahkan pilih account yang sesuai dengan blog/website dulur (LiveJournal, WordPress, TypePad, AIM).
Pada opsi OpenID silahkan masukkan URL blog/website dulur pada kotak yang tersedia.
Atau dulur bisa memilih opsi Nama/URL, lalu tulis nama dulur dan URL blog/website dulur pada kotak yang tersedia.
Jika dulur tidak punya blog/website, kolom URL boleh dikosongkan.
Gunakan opsi 'Anonim' jika dulur tidak ingin mempublikasikan data dulur. (sangat tidak disarankan). Jika komentar dulur berupa pertanyaan, maka jika dulur menggunakan opsi ini tidak akan ditanggapi. Afwan , salam Ukhuwah.
Sunni Muda
----------------------------------